Kerajaan Samudera Pasai adalah salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara yang berdiri sejak abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi. Kerajaan ini terletak di pesisir utara Sumatera, dekat Lhokseumawe, Aceh. Kerajaan ini memiliki peran penting dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, serta menjadi pusat perdagangan yang strategis di jalur Selat Malaka.
Pendiri dan Penguasa Kerajaan Samudera Pasai
Menurut sejarawan, kerajaan ini didirikan oleh Nazimuddin al-Kamil, seorang laksamana dari Mesir yang datang ke Nusantara pada tahun 1238 M. Ia diperintahkan oleh Kesultanan Mamluk di Kairo untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat, India, sebagai tempat pemasaran barang-barang dari timur. Nazimuddin kemudian mengangkat Marah Silu, seorang tokoh lokal, sebagai pemimpin pertama kerajaan ini dengan gelar Sultan Malik al-Saleh atau Sultan Malikussaleh. Meski demikian, Marah Silu yang diakui sebagai pendiri dan penguasa pertama Kerajaan Samudera Pasai.
Sultan Malikussaleh memerintah dari tahun 1267 hingga 1297 M. Ia berhasil membangun kerajaan yang kuat dan makmur, serta menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan tetangga dan pedagang asing. Ia juga dikenal sebagai raja yang taat beragama dan berjasa dalam menyebarkan Islam di wilayahnya. Ia meninggal pada tahun 1297 M dan dimakamkan di Desa Samudera, Aceh Utara.
Setelah kematian Sultan Malikussaleh, Kerajaan Samudera Pasai diteruskan oleh putranya, Sultan Ahmad Malik az-Zahir, yang memerintah dari tahun 1297 hingga 1326 M. Ia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam memperkuat kerajaan dan mengembangkan perdagangan. Ia juga memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Pahang, Malaysia. Ia meninggal pada tahun 1326 M dan digantikan oleh putranya, Sultan Mahmud Malik az-Zahir.
Sultan Mahmud Malik az-Zahir adalah penguasa yang membawa Kerajaan Samudera Pasai pada puncak kejayaannya. Ia memerintah dari tahun 1326 hingga 1345 M. Ia dikenal sebagai raja yang bijaksana, adil, dan berwibawa. Ia berhasil menjaga stabilitas dan kemakmuran kerajaannya, serta meningkatkan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Ia juga menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan besar di dunia, seperti Cina, India, dan Mesir. Ia bahkan dikunjungi oleh dua penjelajah terkenal, yaitu Marco Polo dan Ibnu Battutah, yang memberikan kesaksian positif tentang kerajaannya.
Sultan Mahmud Malik az-Zahir meninggal pada tahun 1345 M dan digantikan oleh putranya, Sultan Ibrahim Malik az-Zahir, yang memerintah dari tahun 1345 hingga 1362 M. Ia meneruskan kebijakan ayahnya dalam mempertahankan kerajaan dan perdagangan. Ia juga dikenal sebagai raja yang dermawan dan peduli terhadap rakyatnya. Ia meninggal pada tahun 1362 M dan digantikan oleh putranya, Sultan Zainal Abidin Malik az-Zahir, yang memerintah dari tahun 1362 hingga 1383 M. Ia adalah penguasa terakhir dari dinasti Malik az-Zahir yang memerintah Kerajaan Samudera Pasai.
Masa Kejayaan dan Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai mencapai masa kejayaannya pada abad ke-14 M, di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir. Kerajaan ini menjadi salah satu kerajaan Islam terbesar dan terkaya di Asia Tenggara, dengan wilayah kekuasaan yang meliputi sebagian besar Sumatera, Pahang, dan sebagian Kalimantan. Kerajaan ini juga menjadi pusat perdagangan yang ramai dan maju, dengan komoditas utama berupa lada, emas, perak, dan mutiara. Kerajaan ini memiliki mata uang sendiri yang berupa koin emas (dirham) dengan tulisan Arab. Kerajaan ini juga menjadi pusat kebudayaan dan pendidikan Islam, dengan banyak ulama, sarjana, dan seniman yang berkarya di sana.
Kerajaan Samudera Pasai mulai mengalami kemunduran pada abad ke-15 M, akibat beberapa faktor, antara lain:
- Persaingan dan konflik dengan kerajaan-kerajaan lain, seperti Majapahit, Ayutthaya, dan Malaka, yang mengancam keamanan dan perdagangan kerajaan.
- Perpecahan dan pergantian dinasti yang melemahkan otoritas dan stabilitas kerajaan. Setelah kematian Sultan Zainal Abidin Malik az-Zahir, Kerajaan Samudera Pasai terbagi menjadi dua, yaitu Samudera Pasai Lama yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Zahir, dan Samudera Pasai Baru yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Syah. Kedua kerajaan ini saling bersaing dan bertikai, hingga akhirnya disatukan kembali oleh Sultan Zainal Abidin II pada tahun 1405 M. Namun, persatuan ini tidak bertahan lama, karena kerajaan kembali terpecah menjadi beberapa wilayah kecil yang dipimpin oleh para penguasa lokal.
- Penjajahan dan penindasan oleh Portugis, yang datang ke Nusantara pada awal abad ke-16 M. Portugis menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Selat Malaka, termasuk Samudera Pasai, dan mengganggu perdagangan dan kehidupan rakyat kerajaan. Portugis juga melakukan kekerasan dan penyerangan terhadap penduduk dan pemimpin kerajaan, serta menghancurkan masjid-masjid dan makam-makam sultan.
Kerajaan Samudera Pasai akhirnya runtuh pada tahun 1524 M, setelah diserang dan ditaklukkan oleh Kesultanan Aceh, yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kerajaan ini kemudian menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Aceh, yang menjadi kerajaan Islam terbesar dan terkuat di Nusantara pada masa itu.
Situs Samudera Pasai adalah salah satu peninggalan sejarah yang penting bagi Indonesia, khususnya bagi Aceh. Situs ini menunjukkan bukti keberadaan dan kejayaan Kerajaan Samudera Pasai, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Situs ini juga menjadi saksi bisu perkembangan perdagangan, kebudayaan, dan pendidikan Islam di kawasan Asia Tenggara.
Lokasi dan Luas Situs Samudera Pasai
Situs Samudera Pasai terletak di Desa Meunasah Baroh, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Situs ini berjarak sekitar 20 km dari Kota Lhokseumawe, yang merupakan ibu kota kabupaten. Situs ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan raya yang beraspal.
Situs Samudera Pasai memiliki luas sekitar 100 hektar, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Samudera Pasai Lama dan Samudera Pasai Baru. Samudera Pasai Lama adalah bagian situs yang lebih tua dan lebih luas, yang mencakup bekas-bekas istana, masjid, makam, dan pemukiman. Samudera Pasai Baru adalah bagian situs yang lebih muda dan lebih kecil, yang mencakup bekas-bekas masjid, makam, dan pemukiman.
Sejarah dan Kondisi Situs Samudera Pasai
Situs Samudera Pasai merupakan bekas lokasi Kerajaan Samudera Pasai, yang berdiri sejak abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Malikussaleh, yang merupakan pemimpin pertama yang memeluk Islam di Nusantara. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir, yang menjadikan kerajaan ini sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan Islam di Asia Tenggara.
Situs Samudera Pasai mengalami berbagai bencana alam dan bencana sosial yang menyebabkan kerusakan dan kemunduran. Beberapa bencana alam yang menimpa situs ini antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, dan abrasi pantai. Beberapa bencana sosial yang menimpa situs ini antara lain adalah perang saudara, invasi Portugis, dan penjajahan Aceh. Akibat dari berbagai bencana ini, maka bekas-bekas kerajaan ini hanya tinggal puing dan sangat sedikit bukti fisik yang tersisa.
Peninggalan dan Nilai Situs Samudera Pasai
Meskipun situs Samudera Pasai telah mengalami kerusakan yang parah, namun situs ini masih menyimpan beberapa peninggalan dan nilai yang berharga bagi sejarah dan budaya Indonesia. Beberapa peninggalan dan nilai yang dimiliki situs ini antara lain adalah:
- Makam Sultan Malikussaleh, yang terletak di Desa Samudera, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Makam ini merupakan makam tertua dari kerajaan Islam di Nusantara, yang dibangun pada tahun 1297 M. Makam ini berbentuk kubus dengan ukuran 3 x 3 x 3 meter, dengan dinding-dinding yang terbuat dari batu bata dan berukir kaligrafi Arab. Makam ini juga dikelilingi oleh makam-makam lain yang diduga milik keluarga dan pengikut Sultan Malikussaleh. Makam ini memiliki nilai sejarah, religi, dan arsitektur yang tinggi.
- Masjid Agung Samudera Pasai, yang terletak di Desa Meunasah Baroh, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Masjid ini merupakan masjid tertua di Indonesia, yang dibangun pada abad ke-13 M. Masjid ini memiliki arsitektur yang sederhana, dengan atap yang terbuat dari sirap dan tiang-tiang yang terbuat dari kayu. Masjid ini juga memiliki mihrab dan mimbar yang berukir kaligrafi Arab. Masjid ini masih digunakan sebagai tempat ibadah hingga saat ini. Masjid ini memiliki nilai sejarah, religi, dan arsitektur yang tinggi.
- Koin emas dan perak, yang ditemukan di berbagai lokasi di situs Samudera Pasai. Koin-koin ini merupakan mata uang resmi kerajaan, yang memiliki tulisan Arab dan berbagai motif. Koin-koin ini menunjukkan kemakmuran dan kemajuan ekonomi kerajaan, serta hubungan dagang dengan berbagai negara. Koin-koin ini memiliki nilai sejarah, ekonomi, dan seni yang tinggi.
- Prasasti-prasasti, yang ditemukan di berbagai lokasi di situs Samudera Pasai. Prasasti-prasasti ini merupakan sumber informasi sejarah kerajaan, yang ditulis dalam bahasa Arab, Melayu, dan Tamil. Prasasti-prasasti ini berisi tentang nama-nama raja, tanggal-tanggal penting, hukum-hukum, dan pujian-pujian. Prasasti-prasasti ini memiliki nilai sejarah, linguistik, dan sastra yang tinggi.
Perlindungan dan Pelestarian Situs Samudera Pasai
Situs Samudera Pasai merupakan situs cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Situs ini juga telah ditetapkan sebagai salah satu dari 100 situs warisan dunia yang diusulkan oleh Indonesia kepada UNESCO. Situs ini membutuhkan perlindungan dan pelestarian yang serius dan berkelanjutan, agar tidak mengalami kerusakan dan kehilangan lebih lanjut.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi dan melestarikan situs Samudera Pasai antara lain adalah:
- Melakukan penelitian dan pendokumentasian secara ilmiah dan komprehensif tentang sejarah, kondisi, dan nilai situs Samudera Pasai.
- Melakukan pemugaran dan perawatan secara berkala dan profesional terhadap bangunan-bangunan dan peninggalan-peninggalan yang ada di situs Samudera Pasai.
- Melakukan pengamanan dan pengawasan secara ketat dan efektif terhadap situs Samudera Pasai, agar terhindar dari pencurian, perusakan, dan penyalahgunaan.
- Melakukan sosialisasi dan edukasi secara luas dan intensif kepada masyarakat, khususnya masyarakat sekitar situs Samudera Pasai, tentang pentingnya menjaga dan melestarikan situs Samudera Pasai sebagai warisan sejarah dan budaya bangsa.
- Melakukan pemanfaatan dan pengembangan secara bijak dan berkelanjutan terhadap situs Samudera Pasai, sebagai sumber belajar, wisata, dan inspirasi bagi generasi sekarang dan mendatang.
Demikianlah artikel yang saya buat tentang sejarah berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda. Terima kasih telah membaca. 😊