BantenCilegonKabupaten SerangKabupaten TangerangKota SerangKota TangerangKota TangselSejarah

Mengungkap Misteri Bahasa Jawa Serang, Warisan Kebudayaan yang Tak Terlupakan

×

Mengungkap Misteri Bahasa Jawa Serang, Warisan Kebudayaan yang Tak Terlupakan

Sebarkan artikel ini
Sejarah Berdirinya dan Asal Usul Nama Banten
Sejarah Berdirinya dan Asal Usul Nama Banten

FOKUS BANTEN – Sunda Ternyata Bukan Satu-satunya Bahasa yang Dituturkan di Banten, Ada Juga Bahasa Jawa

Provinsi Banten memang terkenal dengan bahasa Sunda sebagai bahasa utama yang digunakan oleh masyarakat di sana. Namun, siapa sangka jika bahasa Jawa juga cukup populer di daerah tersebut.

Kondisi geografis Banten yang berdekatan dengan Jawa Barat memungkinkan kebudayaan di sana untuk saling berpengaruh dan tak jauh berbeda. Kota dan Kabupaten Serang menjadi wilayah dengan penutur bahasa Jawa tertinggi di Banten. Bahkan bahasa khasnya memiliki julukan Jaseng, yang merujuk pada dialek yang unik dan hanya dituturkan oleh masyarakat di wilayah pesisir tersebut.

Tidak hanya unik, bahasa Jawa Serang juga memiliki perbedaan dengan bahasa Jawa di daerah lain. Bahasa Jawa Serang menggunakan akhiran e (pepet) yang tegas membedakannya dengan akhiran e yang biasa ditemukan di wilayah pulau Jawa bagian tengah sampai timur.

Baca juga: Kamus Bahasa Jawa Serang Banten Online Lengkap A-Z

Lalu, bagaimana asal usul bahasa Jawa Serang ini muncul dan berkembang di Banten? Berikut adalah 4 fakta yang berhasil dirangkum oleh fokus.co.id pada Selasa (2/5).

Bahasa Jawa Serang merupakan bahasa pergaulan sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat di wilayah pesisir Banten.

Bahasa Jawa Serang muncul karena adanya hubungan perdagangan antara Banten dengan Jawa.

Bahasa Jawa Serang memiliki pengaruh dari bahasa Jawa dialek Kedu dan Jawa Tengah.

Bahasa Jawa Serang juga dipengaruhi oleh bahasa Melayu Banten dan bahasa Sunda.

Asal Mula Munculnya Bahasa Jawa Serang

Bahasa Jawa Serang diperkirakan muncul pada pertengahan abad ke-15 Masehi, yaitu sekitar tahun 1526. Bahasa ini diperkenalkan oleh Sultan Maulana Hasanuddin, pemimpin Kasultanan Banten, dan digunakan sebagai bahasa pergaulan di lingkungan kerajaan.

Penggunaan bahasa Jawa Serang di lingkungan kerajaan kemudian mempengaruhi pengucapan bahasa tersebut hingga menjadi dialek sehari-hari masyarakat di wilayah Kota dan Kabupaten Serang, Cilegon, dan sebagian Tangerang.

Meskipun termasuk dalam kategori bahasa kuno, bahasa Jawa Serang juga terpengaruh oleh bahasa Sunda. Namun, wilayah-wilayah di Banten Selatan seperti Pandeglang dan Lebak masih menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa utama.

Dengan demikian, Bahasa Jawa Serang telah menjadi bagian dari kekayaan budaya dan bahasa di Banten. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa ini masih terus bertahan dan digunakan oleh masyarakat setempat sebagai bahasa sehari-hari.

Alasan Bahasa Jawa Muncul di Banten

Bahasa Jawa Dialek Banten atau Jawa Serang diperkenalkan oleh Sultan Maulana Hasanuddin, pendiri Kasultanan Banten. Sejarah mencatat bahwa Sultan Maulana Hasanuddin memiliki keturunan Cirebon yang sebelumnya sudah menggunakan bahasa Jawa dialek pantura.

Kerja sama dan ikatan kekeluargaan antara Cirebon dan kerajaan Demak juga turut mendukung penyebaran bahasa Jawa di wilayah pantura Jawa Barat, termasuk di wilayah Banten.

Pada awalnya, bahasa Jawa Dialek Banten dan Serang masih identik dengan kromo alus sehingga berakhiran ‘o’. Namun, bahasa Jawa ini hanya digunakan sebagai dialek sehari-hari. Untuk kegiatan formal seperti kerja sama dan perniagaan, masih menggunakan bahasa Sunda.

Meskipun begitu, bahasa Jawa Dialek Banten atau Jawa Serang tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya dan bahasa di Provinsi Banten. Keberadaannya sebagai bahasa pergaulan sehari-hari turut memperkaya khasanah bahasa Indonesia yang memiliki banyak ragam dan dialek di seluruh penjuru nusantara.

Bahasa Jawa di Banten Terdapat Dua Versi dengan Akhiran e dan a

Salah satu keunikan bahasa Jawa Dialek Banten adalah adanya dua variasi akhiran, yaitu ‘e’ dan ‘a’. Untuk akhiran ‘e’, pelafalannya biasanya agak samar seperti “kule”, “ore”, “kite”, “sire”. Contohnya adalah kule bade tumbas daging (saya ingin membeli daging) dan priben kabare sire? (bagaimana kabarmu?).

Sementara untuk dialek akhiran ‘a’, mirip dengan bahasa Jawa dialek kuno dan Banyumasan, seperti ‘sira’, ‘kita’, ‘kula’, dan ‘ora’.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *