PolitikSuara Pembaca

Pejabat : Manusia Yang Dibutakan Kekuasaan

×

Pejabat : Manusia Yang Dibutakan Kekuasaan

Sebarkan artikel ini
Apa Itu Epistemologi? Filsafat Kebenaran, Pengetahuan, dan Keyakinan
Apa Itu Epistemologi? Filsafat Kebenaran, Pengetahuan, dan Keyakinan

Kekuasaan, salah satu elemen penting dalam pemerintahan, sering kali menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, kekuasaan dapat digunakan untuk membangun negeri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, di sisi lain, kekuasaan sering kali mengubah manusia menjadi sosok yang dibutakan oleh ambisi, mengorbankan kepercayaan rakyat demi kepentingan pribadi dan keluarga.

Dalam konteks Indonesia, kita melihat fenomena ini terjadi di berbagai sektor, mulai dari politik, agama, hingga kasus-kasus korupsi yang mencuat di media. Para pejabat yang seharusnya menjadi teladan justru semakin tenggelam dalam arus kekuasaan, menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi masyarakat luas.

Nepotisme dan Penyalahgunaan Agama: Kelemahan Sistem yang Mengakar

Nepotisme dan penyalahgunaan agama menjadi dua contoh nyata dari bagaimana kekuasaan disalahgunakan di Indonesia. Para pejabat pemerintahan, dari berbagai era, tampak semakin berani menggunakan agama sebagai alat politik, bukan sebagai pedoman moral. Mereka juga tak segan-segan menempatkan keluarga dan kerabat dalam posisi strategis pemerintahan, menciptakan sistem yang tidak proporsional dan tidak adil.

  • Nepotisme dari Soeharto hingga Jokowi Dari era Soeharto, praktik nepotisme telah menjadi norma yang sulit dihilangkan. Ketika Megawati dan SBY memegang tampuk kekuasaan, praktik ini terus berlanjut. Bahkan di era Jokowi, nepotisme masih menjadi sorotan, menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman kekuasaan pada hubungan keluarga. Praktik ini tidak hanya merugikan rakyat, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
  • Penyalahgunaan Agama untuk Kepentingan Pribadi Penggunaan agama sebagai alat politik semakin nyata di berbagai kesempatan. Agama, yang seharusnya menjadi sumber nilai moral dan etika, justru digunakan untuk memanipulasi opini publik dan mengamankan kekuasaan. Hal ini tidak hanya merusak citra agama itu sendiri, tetapi juga menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

Korupsi: Ancaman Nyata bagi Kesejahteraan Rakyat

Tidak hanya nepotisme dan penyalahgunaan agama yang menjadi masalah besar, tetapi juga korupsi yang merajalela di semua tingkat pemerintahan. Korupsi telah menjadi ancaman nyata bagi kesejahteraan rakyat, menggerogoti anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan.

  • Korupsi di Tingkat Nasional dan Daerah Kasus korupsi bukan hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga menyebar hingga ke tingkat gubernur, bupati, camat, bahkan kepala desa. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah justru dipakai untuk kepentingan pribadi pejabat. Contoh nyata adalah kasus Menteri Komunikasi dan Menteri Pertanian, yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, merampas dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
  • Korupsi Menghancurkan Masa Depan Bangsa Korupsi tidak hanya merugikan finansial negara, tetapi juga menghancurkan masa depan bangsa. Ketika anggaran yang seharusnya digunakan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur diselewengkan, yang menderita adalah generasi mendatang. Mereka kehilangan kesempatan untuk menikmati hasil dari pembangunan yang seharusnya dinikmati semua orang.

Hilangnya Kepercayaan: Apakah Mereka Masih Layak Dipercaya?

Dengan berbagai praktik penyalahgunaan kekuasaan yang terungkap, muncul pertanyaan besar di benak masyarakat: Apakah pejabat pemerintahan seperti ini masih pantas dipercaya?

Kepercayaan adalah fondasi utama dalam hubungan antara pemerintah dan rakyatnya. Ketika kepercayaan ini rusak oleh nepotisme, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan, maka pemerintahan yang ideal, yang seharusnya berfokus pada kesejahteraan rakyat, hanya akan menjadi utopia. Rakyat, yang seharusnya dilayani, malah menjadi korban dari ambisi segelintir elit yang dibutakan oleh kekuasaan.

Masa depan Indonesia bergantung pada kemampuan kita untuk membangun kembali kepercayaan ini. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah nyata dalam reformasi sistem dan penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku penyalahgunaan kekuasaan.

Ditulis oleh: Agus Setiawan
Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *