Kekuasaan, sebagai elemen krusial dalam pemerintahan, ternyata telah menjadi bumerang bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat di Indonesia. Dalam berbagai aspek, mulai dari agama hingga tindak pidana korupsi, para pejabat pemerintahan terlihat semakin terlena dengan kuasa yang mereka pegang, menyebabkan kerugian dan penderitaan bagi banyak pihak.
Nepotisme dan Penyalahgunaan Agama: Kelemahan Sistem
Pengambilalihan Kekuasaan yang Tidak Proporsional
Penyalahgunaan kekuasaan di Indonesia semakin mencuat, terutama dalam praktek nepotisme dan penyalahgunaan agama. Para pejabat, dalam berbagai era, terlihat menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai kepentingan pribadi, merampas hak rakyat, dan bahkan menempatkan keluarga mereka dalam posisi strategis, menciptakan sistem yang cenderung tidak proporsional.
Nepotisme: Dari Soeharto hingga Jokowi
Dalam beberapa periode pemerintahan, praktik nepotisme menjadi norma. Soeharto, Megawati, SBY, hingga Jokowi, semuanya terlihat memanfaatkan posisinya untuk kepentingan keluarga. Ini bukan hanya merugikan rakyat, tetapi juga menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Korupsi Merajalela: Penderitaan Rakyat Bertambah
Korupsi sebagai Ancaman Nyata
Tindak pidana korupsi menjadi sorotan utama dalam permasalahan pemerintahan Indonesia. Dari kasus Menteri Komunikasi hingga Menteri Pertanian, para pejabat terbukti melakukan korupsi, menyedot anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Kasus ini terjadi tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga merajalela hingga ke tingkat daerah.
Korupsi di Semua Tingkatan Pemerintahan
Tidak hanya terbatas pada tingkat pusat, korupsi telah merambah ke tingkat gubernur, bupati, camat, hingga kepala desa. Anggaran daerah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi para pejabat, meninggalkan rakyat yang semestinya menjadi fokus utama pemerintahan.
Hilangnya Kepercayaan: Apakah Mereka Layak Dipercaya?
Pertanyaan Besar Bagi Masyarakat
Dengan berbagai praktek penyalahgunaan kekuasaan yang terungkap, muncul pertanyaan besar: apakah pejabat pemerintahan seperti ini masih pantas dipercaya untuk menjalankan pemerintahan? Saat yang ideal adalah pemerintahan yang berfokus pada kesejahteraan rakyat, realitasnya menunjukkan sebaliknya.
Ditulis oleh: Agus Setiawan
Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik