Tradisi Indonesia

Perbedaan Hadroh dan Marawis dalam Budaya dan Agama Islam

×

Perbedaan Hadroh dan Marawis dalam Budaya dan Agama Islam

Sebarkan artikel ini
Kisah Nabi
Kisah Nabi

Hadroh dan Marawis adalah dua jenis kesenian musik Islami yang berasal dari budaya Arab. Keduanya menggunakan alat musik berupa tabuhan atau rebana yang dimainkan secara berkelompok. Hadroh dan Marawis sering ditampilkan dalam acara-acara keagamaan seperti Maulid Nabi, pernikahan, khitanan, dan lain-lain. Namun, meskipun keduanya memiliki kesamaan, hadroh dan marawis juga memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal asal-usul, bentuk, penggunaan, dan makna. Artikel ini akan membahas secara rinci perbedaan antara hadroh dan marawis, serta peran penting keduanya dalam budaya dan agama Islam.

Asal-Usul Hadroh dan Marawis

Hadroh berasal dari kata hadhoro atau yuhdhiru atau hadhron atau hadhrotan yang dalam bahasa Arab berarti kehadiran. Hadroh diartikan sebagai suatu metode yang bermanfaat untuk membuka jalan masuk ke hati, karena orang yang melakukan hadrah dengan benar terangkat kesadarannya akan kehadiran Allah dan Rasul-Nya. Hadroh sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Dikisahkan pada saat baginda Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah, baginda Nabi disambut gembira oleh orang-orang Anshor dengan nyanyian atau syair yang dikenal dengan sholawat “Thola’al Badru ‘Alaina” dengan diiringi tabuhan terbang. Syair-syair Islami yang dibawakan saat bermain hadroh mengandung ungkapan pujian dan keteladanan sifat Allah dan Rasulullah yang agung. Dengan demikian akan membawa dampak kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Marawis berasal dari kata marwas yang dalam bahasa Arab berarti kayu. Marawis diartikan sebagai alat musik khas mirip kendang yang terbuat dari kayu. Marawis merupakan salah satu jenis seni musik Islami yang berkembang di Indonesia sejak abad ke-15 Masehi. Marawis dibawa oleh para pedagang Arab yang datang ke Indonesia untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Marawis merupakan salah satu bentuk adaptasi budaya Arab dengan budaya lokal Indonesia. Marawis menggabungkan unsur musik Arab dengan unsur musik Sunda, Jawa, Betawi, dan lain-lain. Lirik-lirik marawis biasanya berisi tentang puji-pujian kepada Allah, Rasulullah, para sahabat, para wali, atau tentang nasihat-nasihat agama.

Bentuk Hadroh dan Marawis

Hadroh memiliki bentuk yang sederhana dan lebih banyak menggunakan unsur melodi. Hadroh ditampilkan dengan iringan musik rebana dan kompang, dengan mengikuti aliran musik yang lambat. Rebana adalah alat musik tabuhan berbentuk bundar yang terbuat dari kulit binatang seperti kambing atau sapi. Kompang adalah alat musik tabuhan berbentuk bundar yang terbuat dari kayu atau bambu. Rebana dan kompang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tangan atau stik kayu. Jumlah pemain hadroh biasanya antara 10 hingga 20 orang. Pemain hadroh terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok rebana besar atau bass dan kelompok rebana kecil atau treble. Kelompok rebana besar bertugas untuk menghasilkan irama dasar, sedangkan kelompok rebana kecil bertugas untuk menghasilkan irama variasi. Pemain hadroh juga menyanyikan syair-syair Islami yang disebut dengan sholawat atau qasidah.

Marawis memiliki bentuk yang lebih kompleks dan lebih banyak menggunakan unsur ritme. Marawis ditampilkan dengan iringan musik marawis, hajir, dumbuk, tamborin, dan kayu bulat. Marawis adalah alat musik tabuhan berbentuk silinder yang terbuat dari kayu dan kulit binatang seperti kambing atau sapi. Hajir adalah alat musik tabuhan berbentuk bundar yang terbuat dari kayu dan kulit binatang seperti kambing atau sapi. Dumbuk adalah alat musik tabuhan berbentuk seperti dandang yang terbuat dari tanah liat dan kulit binatang seperti kambing atau sapi. Tamborin adalah alat musik tabuhan berbentuk bundar yang terbuat dari logam dan kulit binatang seperti kambing atau sapi. Kayu bulat adalah alat musik tabuhan berbentuk bulat yang terbuat dari kayu. Marawis, hajir, dumbuk, tamborin, dan kayu bulat dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tangan atau stik kayu. Jumlah pemain marawis biasanya antara 15 hingga 25 orang. Pemain marawis terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok marawis besar atau bass dan kelompok marawis kecil atau treble. Kelompok marawis besar bertugas untuk menghasilkan irama dasar, sedangkan kelompok marawis kecil bertugas untuk menghasilkan irama variasi. Pemain marawis juga menyanyikan lirik-lirik Islami yang disebut dengan sholawat atau qasidah.

Penggunaan Hadroh dan Marawis

Hadroh dan marawis memiliki penggunaan yang berbeda dalam konteks budaya dan agama Islam. Hadroh lebih sering digunakan dalam acara-acara keagamaan yang bersifat formal dan sakral, seperti Maulid Nabi, Tabligh Akbar, perayaan tahun baru Hijriyah, dan peringatan hari-hari besar Islam lainnya. Hadroh dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, serta untuk mengingatkan tentang ajaran-ajaran Islam. Hadroh juga digunakan sebagai sarana dakwah dan pendidikan agama bagi masyarakat. Hadroh biasanya ditampilkan di masjid, pesantren, sekolah, atau tempat-tempat ibadah lainnya.

Marawis lebih sering digunakan dalam acara-acara keagamaan yang bersifat informal dan hiburan, seperti pernikahan, khitanan, kelahiran bayi, dan festival seni musik Islami. Marawis dimaksudkan untuk menghibur dan menyenangkan hati para penonton, serta untuk menunjukkan kekayaan budaya Islam di Indonesia. Marawis juga digunakan sebagai sarana sosialisasi dan silaturahmi antara sesama umat Islam. Marawis biasanya ditampilkan di rumah, lapangan, panggung, atau tempat-tempat hiburan lainnya.

Makna Hadroh dan Marawis

Hadroh dan marawis memiliki makna yang berbeda bagi para pemain dan penontonnya. Hadroh memiliki makna yang lebih spiritual dan mendalam. Para pemain hadroh merasakan kehadiran Allah dan Rasul-Nya saat bermain hadroh. Para pemain hadroh juga merasakan kedekatan dengan Allah dan Rasul-Nya saat menyanyikan sholawat atau qasidah. Para pemain hadroh berharap mendapatkan pahala dan ridha dari Allah dan Rasul-Nya atas perbuatan mereka. Para penonton hadroh merasakan ketenangan dan kesejukan hati saat mendengarkan hadroh. Para penonton hadroh juga merasakan kekaguman dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya saat mendengarkan sholawat atau qasidah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *