Seperti yang kita ketahui, pemilihan umum presiden periode 2024-2029 semakin jelas terlihat didepan mata. Pemilu tahun 2024 rencananya dilaksanakan pada 14 Februari 2024 mendatang. Saat ini kampanye sudah mulai dilakukan oleh para paslon beserta partai pendukungnya. KPU resmi menetapkan 3 paslon presiden 2024. Paslon nomor urut 1 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan nomor urut 3 yakni Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Kecenderungan para penguasa politik dalam mempertahankan kekusaan dan posisi seringkali menghasilkan konflik. Konflik adalah pertentangan atau perbedaan pendapat antar dua orang atau lebih (kelompok). Ted Robert Gurr menyebut paling tidak ada empat ciri konflik. Pertama, ada dua atau lebih pihak yang terlibat. Kedua, mereka terlibat dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi. Ketiga, mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai, dan menghalang-halangi lawannya. Dan keempat, interaksi yang bertentangan ini bersifat terbuka.
Model konflik politik digolongkan menjadi dua, yakni konflik positif dan konflik negatif. Konflik positif biasanya tidak mengancam eksistensi sistem politik. Sedangkan, konflik negatif biasanya mengancam eksistensi sistem politik.
Dalam pemilu 2024, potensi timbulnya konflik semakin tinggi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai potensi konflik di pemilu 2024 merupakan hal yang wajar dan legal.
Konflik awal biasanya dimulai saat penetapan dan pendaftaran calon. Seperti yang sempat menjadi perbincangan publik beberapa waktu lalu. Naiknya Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto menuai banyak polemik.
Ditambah, beberapa putusan MK yang berkaitan dengan Gibran dinilai tidak relevan. Seperti, MK menetapkan tentang pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres adalah 40 tahun atau menduduki jabatan yang dipilih dari pemilu atau pilkada. Ketua MK yang sekaligus merupakan paman dari Gibran memiliki peran yang baik dalam hubungan paman dan keponakan.
Selanjutnya, pada masa kampanye konflik rawan terjadi. Salah satu contohnya adalah black campaign atau kampanye hitam yang sering dilakukan oleh salah satu kandidat untuk menjatuhkan lawannya. Black campaign biasanya berupa pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, pelanggaran administrasi pemilu, dan sebagainya.
Konflik yang terjadi saat kampanye ini biasanya juga terjadi karena kefanatismean suatu individu atau kelompok terhadap salah satu kandidat. Politik uang yang masih sering dilakukan oleh para bacapres juga termasuk dalam black campaign. Tujuan dilakukannya politik uang adalah untuk menarik perhatian dan simpati dari masyarakat. Contoh lainnya adalah penyebaran hoax atau ujaran kebencian kepada para kandidat yang makin marak.
Kemudian, saat masa tenang pemilu juga rawan terjadi konflik. Masa tenang pemilu adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye pemilu.
Selanjutnya, saat hari pelaksanaan pada saat pemungutan dan penghitungan suara. Kerusuhan rawan terjadi akibat hasil rekapitulasi. Manipulasi yang seringkali terjadi disaat proses pemungutan dan perhitungan suara , disebabkan oleh pihak-pihak yang culas. Seperti saat tahun 2019, kerusuhan terjadi bertujuan untuk menolak hasil rekapitulasi yang memenangkan pasangan Joko Widodo. Bahkan, ada petugas KPPS yang menjadi korban hingga meninggal dunia.
Terakhir, saat penetapan hasil pemilu ataupun pilkada. Atas seluruh rangkaian pelaksanaan pemilu, kerap kali terdapat pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap hasil yang ditetapkan. Pihak-pihak yang kandidatnya tidak menang, pastinya melakukan aksi protes dengan tadinya yang bermacam-macam.
Dalam hal ini, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memegang peranan penting untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh rangkaian atau tahapan pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi juga memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum.
Beberapa potensi konflik pemilu diatas terujuk pada konflik saat pemilu 2019. Potensi konflik pada pemilu yang akan datang, perlu diantipasi dari sekarang. Upaya penciptaan pemilu damai bisa dimulai dari menciptakan kompetisi dan kampanye yang sehat. Dengan begitu, ketertiban, keamanan dan kondusifitas dapat terjaga dengan baik.