Sejarah dan Alasan di Balik Larangan Makan Daging Babi

Sejarah dan Alasan di Balik Larangan Makan Daging Babi

Sejarah Haramnya Babi – Babi adalah salah satu hewan yang paling kontroversial di dunia. Bagi sebagian orang, babi adalah sumber makanan yang lezat dan bergizi. Bagi sebagian orang lain, babi adalah hewan najis yang haram dimakan. Mengapa ada perbedaan pandangan yang begitu besar tentang babi? Apa sejarah dan alasan di balik larangan makan daging babi?

Dalam artikel ini, kita akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan melihat sejarah haramnya babi dari sudut pandang agama, budaya, dan kesehatan. Kita juga akan membahas dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari konsumsi daging babi di berbagai negara. Mari kita mulai!

Baca juga: Kenapa Babi Haram? Ini Penjelasan dari Sisi Agama dan Kesehatan

Sejarah Haramnya Babi dalam Agama

Babi adalah hewan yang haram dimakan oleh umat Islam, Yahudi, dan beberapa kelompok Kristen tertentu. Larangan ini berasal dari kitab suci masing-masing agama, yaitu Al-Quran, Taurat, dan Injil.

Islam

Dalam Islam, larangan makan daging babi didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (binatang-binatang) yang diharamkan bagimu ialah bangkai, darah, daging babi…” (QS. Al-Maidah: 3)

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor…” (QS. Al-An’am: 145)

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi…” (QS. An-Nahl: 115)

Dari ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah SWT telah mengharamkan daging babi bagi umat Islam karena dianggap kotor dan najis. Selain itu, ada juga hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan:

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah telah mengharamkan atas kalian (makan) bangkai, darah, daging babi…” (HR. Muslim no. 1934)

“Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (makan) daging binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku.” (HR. Muslim no. 1936)

Dari hadis-hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW juga telah melarang umat Islam untuk makan daging babi dan binatang buas lainnya yang bertaring atau berkuku.

Yahudi

Dalam Yahudi, larangan makan daging babi didasarkan pada ayat-ayat Taurat berikut:

“Dan inilah binatang-binatang yang kamu boleh makan dari segala binatang yang ada di darat: segala binatang berkuku belah dan bertelapak kaki itu boleh kamu makan; tetapi dari segala binatang berkuku belah dan bertelapak kaki itu, yang tidak memamah biak, janganlah kamu makan: unta, kelinci dan daman, sebab walaupun binatang itu memamah biak, tetapi kukunya tidak belah; binatang-binatang itu najis bagimu; dan babi, sebab walaupun kukunya belah, tetapi ia tidak memamah biak; babi itu najis bagimu; janganlah kamu makan dagingnya dan janganlah kamu menyentuh bangkainya.” (Imamat 11:2-8)

“Kamu harus menganggap najis segala binatang berkuku belah yang tidak bertelapak kaki dan yang tidak memamah biak; barangsiapa menyentuhnya, menjadi najis sampai petang.” (Ulangan 14:7-8)

Dari ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah SWT telah mengharamkan daging babi bagi umat Yahudi karena dianggap najis dan tidak sesuai dengan kriteria binatang halal yang berkuku belah, bertelapak kaki, dan memamah biak.

Kristen

Dalam Kristen, larangan makan daging babi didasarkan pada ayat-ayat Injil berikut:

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Matius 5:17-18)

“Karena itu Aku katakan kepadamu: Setiap dosa dan hujat orang akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh akan tiada ampun baginya. Dan barangsiapa mengatakan sesuatu terhadap Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa mengatakan sesuatu terhadap Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang.” (Matius 12:31-32)

Dari ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Yesus Kristus telah mengkonfirmasi bahwa hukum Taurat masih berlaku bagi umat Kristen dan bahwa dosa terbesar adalah menghujat Roh Kudus. Oleh karena itu, umat Kristen yang taat harus mengikuti hukum Taurat termasuk larangan makan daging babi.

Namun demikian, ada juga ayat-ayat Injil yang menunjukkan bahwa Yesus Kristus telah memberikan kelonggaran bagi umat Kristen untuk makan apa saja yang mereka mau. Misalnya:

“Dan Ia berkata: “Apa yang keluar dari mulut seseorang itulah yang menajiskannya. Sebab apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan seseorang. Karena dari hati timbul pikiran-pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, kesaksian palsu dan fitnah. Itulah yang menajiskan seseorang; tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan seseorang.” (Matius 15:18-20)

“Dan Ia berkata kepada mereka: “Kamu juga tidak mengerti? Tidakkah kamu tahu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya? Sebab hal itu tidak masuk ke dalam hatinya melainkan ke dalam perutnya dan keluar menjadi tinja.” Demikianlah Ia menjadikan semua makanan halal.” (Markus 7:18-19)

“Maka Petrus membuka mulutnya dan berkata: “Sesungguhnya aku telah mengerti betapa Allah tidak membedakan orang. Tetapi dalam setiap bangsa orang yang takut akan Dia dan yang berlaku benar berkenan kepada-Nya.” (Kisah Para Rasul 10:34-35)

Dari ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Yesus Kristus telah mengajarkan bahwa yang penting adalah