FOKUS WALI SONGO – Sunan Gunung Jati merupakan salah satu Wali Songo, yakni wali yang menyebarkan agama Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa. Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif Hidayatullah atau dalam bahasa Arab disebut dengan Sayyid Al-Kamil.
FOKUS ISLAMI – Periode Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (1479-1568) memimpin Cirebon, merupakan masa perkembangan sekaligus masa kejayaan Islam di Cirebon.
Pada masa itu, bidang politik, keagamaan, dan perdagangan, maju sangat pesat. Pada masa itu pula berlangsung penyebaran Islam ke Banten (sekitar 1525-1526) melalui penempatan salah seorang putra Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin.
Keruntuhan pemerintahan Prabu Pucuk Umum
Peristiwa itu terjadi setelah keruntuhan pemerintahan Prabu Pucuk Umum, penguasa kadipaten dari Kerajaan Sunda Pajajaran yang berkududukan di Banten Girang.
Kemajuan Islam pada era Sunan Gunung Jati tidak berhenti pada terbentuknya pusat pemerintahan di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin, yang terletak di Surosowan dekat Muara Cibanten.
Pengembangan Islam juga dilakukan ke arah Priangan Timur, antara lain ke Kerajaan Galuh (tahun 1528), kemudian Talaga (tahun 1530).
Jika dipetakan, wilayah perkembangan Islam pada era itu seperti Indramayu, Karawang, Bekasi, Tangerang, dan Serang (Banten).
Bukti-bukti kejayaan Sunan Gunung jati di Cirebon, selain terlihat dari sisi keagamaannya yaitu yang bersifat rohaniah seperti penyebaran Islam, juga dapat dilihat pada perkembangan bangunan fisiknya.
Bukti fisik seperti Tajug (Masjid), Keraton Pakungwati yang saat ini berada di Kasepuhan, dan pelabuhan yang saat ini tidak seramai dahulu lagi.
Tajug dan (atau) Masjid
Pendirian tempat ibadah, khususnya masjid, telah dilakukan sejak Islam masuk di Cirebon. Untuk kepentingan ibadah dan pengajaran agama Islam, Pangeran Cakrabuana mendirikan masjid yang diberi nama Tajug Jalagrahan (jala artinya air; graha artinya rumah).
Masjid ini merupakan masjid pertama di tatar Sunda dan didirikan di pesisir laut Cirebon. Sampai saat ini masjid tersebut masih terpelihara dan dikenal dengan nama dalam dialek Cirebon, masjid Pejalagrahan di dalam Keraton Pakungwati Kasepuhan. Masjid tersebut dibangun sekitar tahun 1454.
Masjid Merah Panjunan
Selain itu, terdapat beberapa bangunan masjid yang dibangun pada masa Syarif Hidayatullah, yang sampai hari ini diakui keberadaannya, yakni masjid Merah Panjunan dan masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Menurut salah seorang takmir masjid, masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun sesudah Masjid Merah Panjunan, yaitu sekitar tahun 1480.
Baca juga: Sejarah Sunan Maulana Malik Ibrahim dari Lahir Hingga Wafat
Bangunan kedua masjid terbagi menjadi 2 (dua), yaitu bangunan dalam dan luar. Bagian dalam masjid digunakan hanya untuk waktu-waktu khusus, sedangkan bagian luar berfungsi untuk salat maktubah.
Khusus untuk Masjid Merah Panjunan, bagian dalam hanya digunakan untuk Salat hari raya (‘Ied).
Sebagaimana ciri khas masjid Cirebon lainnya, di dinding bagian imam terdapat lukisan khusus, berbentuk undukan bata, dan dihiasi piring keramik dari China.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang saat ini berada dalam lingkungan kompleks Keraton Kasepuhan dibangun tahun 1549 atau seperti yang tertulis dalam candrasangkala yang berbunyi Waspada Penenbehe Yuganing Ratu, yang bermakna 1500.
Simbol bangunan masjid melambangkan filsafat Hayyun ila Ruhin (hidup tanpa ruh). Bentuk bangunan dan simbol-simbol dalam masjid semuanya sarat dengan makna filosofis.
Itulah bukti kejayaan Sunan Gunung Jati sebagai pewaris Tahta Prabu Siliwangi di wilayah Cirebon hingga Banten.
Disclaimer: Fokuscoid hanya sekadar menfinformasikan bagi pembaca dari berbagai sumber. *