FOKUS JEPANG – Becak adalah salah satu alat transportasi tradisional yang masih populer di Jepang, khususnya di daerah wisata seperti Asakusa. Biasanya, tukang becak adalah pria yang kuat dan tangguh, yang mampu menarik gerobak berat dengan penumpang di belakangnya. Namun, belakangan ini, semakin banyak wanita yang tertarik untuk menjadi tukang becak, meskipun harus menghadapi tantangan fisik dan sosial.
Yuka Akimoto: Dari Pekerja Disneyland Hingga Tukang Becak
Salah satu wanita yang memilih profesi ini adalah Yuka Akimoto, seorang mahasiswi berusia 21 tahun yang bercita-cita bekerja di Tokyo Disneyland. Namun, pandemi COVID-19 menggagalkan rencananya, dan ia mencari pekerjaan alternatif di media sosial. Ia menemukan perusahaan bernama Tokyo Rickshaw, yang menawarkan pekerjaan sebagai tukang becak.
Awalnya, ia merasa sangat kesulitan untuk menarik becak yang bisa berbobot hingga 250 kg. Ia juga tidak terbiasa dengan cuaca panas dan lembab di Tokyo. Namun, ia tidak menyerah, dan terus berlatih hingga bisa menguasai keterampilan yang dibutuhkan.
“Saya tidak menyangkal bahwa sangat sulit di awal,” katanya, sambil menyeka keringat yang mengucur dari wajahnya. “Saya tidak atletis dan gerobak terasa sangat berat.”
Sekarang, ia mengatakan bahwa ia mencintai pekerjaannya dan ingin bekerja selama ia mampu secara fisik. Sebuah tag yang tergantung di lehernya bertuliskan: “Saya tidak ingin menyerah.”
Akimoto sering mendapat penumpang dari turis asing, terutama dari Prancis. Ia berusaha untuk memberikan pelayanan yang ramah dan informatif, sambil menunjukkan tempat-tempat menarik di sekitar Asakusa. Ia juga pandai berbahasa Inggris dan Prancis, sehingga bisa berkomunikasi dengan mudah dengan penumpangnya.
Yumeka Sakurai: Mahasiswi yang Mengikuti Jejak Wanita-wanita Tukang Becak
.jpg)
Yumeka Sakurai adalah mahasiswi berusia 20 tahun yang baru bergabung dengan Tokyo Rickshaw empat bulan lalu. Ia tertarik untuk menjadi tukang becak setelah melihat video-video wanita-wanita lain yang melakukan pekerjaan ini di media sosial.
“Saya telah menonton banyak video wanita-wanita yang berlatih keras dan menjadi tukang becak sendiri. Mereka memberi saya kepercayaan diri bahwa saya bisa melakukannya juga jika saya berusaha keras,” katanya.
Sakurai menghadapi banyak rintangan sebelum bisa menjadi tukang becak. Ia harus meyakinkan teman-teman dan keluarganya yang meragukan pilihannya. Ia juga harus belajar banyak hal tentang Tokyo dan cara menghibur penumpangnya.
Namun, ia berhasil melewati semua itu, dan sekarang ia bangga bisa mengangkut penumpang di becaknya. Ia mengatakan bahwa pekerjaannya sangat menyenangkan dan bermanfaat.
“Saya senang bisa bertemu dengan orang-orang baru setiap hari, dan berbagi cerita tentang Tokyo dengan mereka. Saya juga merasa sehat dan kuat karena berolahraga setiap hari,” katanya.
Shiori Kato: Tukang Becak Wanita Pertama di Tokyo
.jpg)
Shiori Kato adalah wanita pertama yang menjadi tukang becak di Tokyo. Ia bergabung dengan Tokyo Rickshaw pada tahun 2015, ketika perusahaan itu baru didirikan. Saat itu, tidak ada wanita lain yang mau mencoba pekerjaan ini.
Kato mengatakan bahwa ia tertarik dengan becak karena ia suka sejarah dan budaya Jepang. Ia juga ingin menantang dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan unik.
“Menjadi tukang becak adalah impian saya sejak kecil. Saya suka melihat ekspresi orang-orang yang naik becak, dan mendengar mereka berkata ‘wow’ atau ‘kawaii’ (imut),” katanya.
Kato menjadi inspirasi bagi banyak wanita lain yang ingin menjadi tukang becak. Ia sering tampil di media sosial dan televisi, dan mendapat banyak penggemar dari dalam dan luar negeri. Ia juga menjadi mentor bagi wanita-wanita muda yang bergabung dengan Tokyo Rickshaw.
“Menurut saya, wanita-wanita yang menjadi tukang becak adalah pemberani. Mereka tidak takut untuk mencoba hal-hal baru, dan mereka memiliki semangat yang tinggi,” katanya.
Menjadi Tukang Becak: Pekerjaan yang Menantang dan Menyenangkan
Menjadi tukang becak bukanlah pekerjaan yang mudah. Selain harus kuat secara fisik, tukang becak juga harus pintar secara mental. Mereka harus memiliki pengetahuan luas tentang Tokyo dan tahu cara menarik perhatian penumpangnya.
Selain itu, tukang becak juga harus bersaing dengan ratusan tukang becak lainnya di Asakusa. Mereka harus bisa menawarkan harga yang kompetitif dan layanan yang berkualitas.
Namun, bagi wanita-wanita yang menjadi tukang becak, pekerjaan ini juga sangat menyenangkan dan memuaskan. Mereka bisa mengekspresikan diri mereka melalui becak, dan membuat kenangan yang tak terlupakan bagi penumpangnya.
Mereka juga bisa mendapatkan penghasilan yang cukup besar, tergantung pada popularitas dan keterampilan mereka. Tokyo Rickshaw mengatakan bahwa tukang becak terbaik bisa mendapatkan lebih dari 1 juta yen (Rp 140 juta) per bulan, tiga kali lipat dari rata-rata nasional.
Mereka juga aktif mempromosikan diri mereka di media sosial, dan mendapatkan pelanggan tetap yang meminta mereka secara pribadi.
Wanita-wanita yang menjadi tukang becak di Tokyo adalah contoh nyata dari semangat juang dan kreativitas wanita Jepang. Mereka membuktikan bahwa tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh wanita, asalkan mereka mau berusaha keras dan percaya diri.